Nana,
awal dikenal sebagai Ratna. Di akhir-akhir semester perkuliahan D3 Aku
memanggilnya Nana. Alasannya, karena di semua buku dan bindernya (waktu itu binder
banyak digunakan untuk catatan kuliah) dia tulis namanya Ratna NA. Dari “ratnana”
itulah Aku panggil dia Nana. Kemudian beberapa teman mulai memanggilnya dengan
Nana juga. Entah karena alasan yang sama atau ada alasan lain yang Aku tidak
pernah tahu.
Ratna,
CC’05 kedua yang Aku kenal setelah Rivoa. Kesan pertama yang Aku lihat dari
seorang Ratna adalah sombong! Ahh, senyum lebarku ketika pertama kali berkenalan
di halaman kos kami, dia balas sekedarnya. Ya, kami memang telah sekosan sejak
awal, sejak 5 tahun yang lalu. Sebenarnya ga benar-benar sekosan, berbeda
rumah. Hanya saja gerbang masuknya yang sama. Karena induk semangnya dan induk
semangku masih sesaudara.
Cuek!
Kesan kedua yang Aku lihat dari Ratna. Aku masih sangat ingat bagaimana
menyebalkannya waktu hari itu Aku ke kamarnya untuk menanyakan tentang kuliah. Dia
dengan acuh tak acuh hanya menjawab “mbuh lah, Aku tak adus sek” (ga tau deh, Aku
mau mandi dulu). “Hellow, kita baru kenal. Sopan dikit napa kalo ngomong”,
kira-kira begitu isi hatiku saat itu.
Beberapa
bulan, beberapa tahun sekos denganku ternyata dia banyak membantuku. Terutama dalam
hal uang :-P Aku sering memijam uang Rp. 20.000 atau Rp. 50.000. Sering sekali.
Karena waktu itu uang kiriman dari orang tuaku sering terlambat. Beberapa bulan
terakhir ini Aku pernah dengar dia berpendapat “kata Ibuku ga boleh sering
ngutang. Bisa jadi kebiasaan”. Aku jadi flash back ke masa-masa Aku sering
meminjam uang padanya. Dalam hati Aku berpikir “dulu waktu Aku sering pinjam
uangmu, apa ya yang ada dipikiranmu tentang Aku?”.
Semakin
lama mengenal Nana, ada beberapa perubahan pandanganku tentang dia. Aku merasa
banyak kemiripan antara sifatku dan sifat Nana (eh, aku keGRan ya? Maaf Na kalau kamu ga
merasa gitu. Tapi serius deh, Aku merasa mirip lho sama kamu :) ). Bahkan pernah Aku
dan Nana dijuluki sebagai dua orang yang tanpa ekspresi. Kata mereka, wajah
kami tidak pernah benar-benar mengekspresikan apa yang kami rasakan.
Ada
beberapa kemiripan kami lainnya. Nana orangnya tenang. Ketika dalam masalah,
mungkin jika orang lain yang berada di posisinya akan sangat panik. Tapi Nana
selalu tenang dan berkata “ya udah lho, mau gimana lagi. Udah terjadi”. Pernah sih
beberapa kali Aku melihat dia panik. Tapi itu sangat jarang, dan tidak pernah
berlangsung lama. Selain itu Aku merasa tidak perlu mengatakan detil apa yang ingin
Aku sampaikan, Nana sudah mengerti maksudku. Cukup dengan mengatakan, “ngerti
maksudku?” di akhir penjelasan singkatku :)
Bisa
dibilang kami nyambung banget kalau sedang ngobrol.
Untuk
selanjutnya, Aku buang semua kesan sombong untuk Nana. Aha, satu lagi... Aku menjulukinya
Ms. Lucky. Aku merasa dia orang yang selalu beruntung. Jika dia bilang “ah, Aku
belum banyak belajar buat ujian nanti”. Tapi ternyata dia selalu mendapat hasil
yang baik. Karena menurut dia, sedikit hal yang dia pelajari itulah yang
ternyata jadi soal ujian. Dan banyak lagi keberuntungan-keberuntungan lainnya,
tidak hanya tentang ujian. Setelah Aku telaah, mungkin semua itu tidak lepas
dari sikapnya yang tenang. Sehingga masalah apapun yang dia hadapi, dia selalu
bisa berpikir jernih.
Itu sepenggal
testimonialku untuk seorang Nana. Mungkin tidak semuanya benar dan
sesuai dengan sifat Nana yang sebenarnya. Tapi setidaknya, itulah Nana di mataku :)