Jumat, 18 Februari 2011

Sebuah Testimonial

Nana, awal dikenal sebagai Ratna. Di akhir-akhir semester perkuliahan D3 Aku memanggilnya Nana. Alasannya, karena di semua buku dan bindernya (waktu itu binder banyak digunakan untuk catatan kuliah) dia tulis namanya Ratna NA. Dari “ratnana” itulah Aku panggil dia Nana. Kemudian beberapa teman mulai memanggilnya dengan Nana juga. Entah karena alasan yang sama atau ada alasan lain yang Aku tidak pernah tahu.

Ratna, CC’05 kedua yang Aku kenal setelah Rivoa. Kesan pertama yang Aku lihat dari seorang Ratna adalah sombong! Ahh, senyum lebarku ketika pertama kali berkenalan di halaman kos kami, dia balas sekedarnya. Ya, kami memang telah sekosan sejak awal, sejak 5 tahun yang lalu. Sebenarnya ga benar-benar sekosan, berbeda rumah. Hanya saja gerbang masuknya yang sama. Karena induk semangnya dan induk semangku masih sesaudara. 

Cuek! Kesan kedua yang Aku lihat dari Ratna. Aku masih sangat ingat bagaimana menyebalkannya waktu hari itu Aku ke kamarnya untuk menanyakan tentang kuliah. Dia dengan acuh tak acuh hanya menjawab “mbuh lah, Aku tak adus sek” (ga tau deh, Aku mau mandi dulu). “Hellow, kita baru kenal. Sopan dikit napa kalo ngomong”, kira-kira begitu isi hatiku saat itu.

Beberapa bulan, beberapa tahun sekos denganku ternyata dia banyak membantuku. Terutama dalam hal uang :-P Aku sering memijam uang Rp. 20.000 atau Rp. 50.000. Sering sekali. Karena waktu itu uang kiriman dari orang tuaku sering terlambat. Beberapa bulan terakhir ini Aku pernah dengar dia berpendapat “kata Ibuku ga boleh sering ngutang. Bisa jadi kebiasaan”. Aku jadi flash back ke masa-masa Aku sering meminjam uang padanya. Dalam hati Aku berpikir “dulu waktu Aku sering pinjam uangmu, apa ya yang ada dipikiranmu tentang Aku?”.

Semakin lama mengenal Nana, ada beberapa perubahan pandanganku tentang dia. Aku merasa banyak kemiripan antara sifatku dan sifat Nana (eh, aku keGRan ya? Maaf Na kalau kamu ga merasa gitu. Tapi serius deh, Aku merasa mirip lho sama kamu :) ). Bahkan pernah Aku dan Nana dijuluki sebagai dua orang yang tanpa ekspresi. Kata mereka, wajah kami tidak pernah benar-benar mengekspresikan apa yang kami rasakan.

Ada beberapa kemiripan kami lainnya. Nana orangnya tenang. Ketika dalam masalah, mungkin jika orang lain yang berada di posisinya akan sangat panik. Tapi Nana selalu tenang dan berkata “ya udah lho, mau gimana lagi. Udah terjadi”. Pernah sih beberapa kali Aku melihat dia panik. Tapi itu sangat jarang, dan tidak pernah berlangsung lama. Selain itu Aku merasa tidak perlu mengatakan detil apa yang ingin Aku sampaikan, Nana sudah mengerti maksudku. Cukup dengan mengatakan, “ngerti maksudku?” di akhir penjelasan singkatku :)
Bisa dibilang kami nyambung banget kalau sedang ngobrol.

Untuk selanjutnya, Aku buang semua kesan sombong untuk Nana. Aha, satu lagi... Aku menjulukinya Ms. Lucky. Aku merasa dia orang yang selalu beruntung. Jika dia bilang “ah, Aku belum banyak belajar buat ujian nanti”. Tapi ternyata dia selalu mendapat hasil yang baik. Karena menurut dia, sedikit hal yang dia pelajari itulah yang ternyata jadi soal ujian. Dan banyak lagi keberuntungan-keberuntungan lainnya, tidak hanya tentang ujian. Setelah Aku telaah, mungkin semua itu tidak lepas dari sikapnya yang tenang. Sehingga masalah apapun yang dia hadapi, dia selalu bisa berpikir jernih. 

Itu sepenggal testimonialku untuk seorang Nana. Mungkin tidak semuanya benar dan sesuai dengan sifat Nana yang sebenarnya. Tapi setidaknya, itulah Nana di mataku :)

1 komentar: