Note
Lajnah: lembaga/komisi
Ikhtilaf: berbeda pendapat
Tahni-ah: ucapan selamat, ucapan turut berbahagia, dll
‘Izzah: kemuliaan
Sebenarnya beda kaum Nasrani dan
Muslim tidaklah banyak. Nasrani mengimani Musa dan Isa, Muslimpun begitu. Jika
Nasrani tambahkan satu nama, Muhammad, maka tak kan berbeda antara Nasrani dan
Muslim. Nasrani mengimani Taurat, Zabur, dan Injil, Muslimpun juga mengimani.
Jika Nasrani tambahkan satu kitab, Al-Quran, maka sungguh Nasrani dan Muslim
tak terpisahkan. Sungguh kerahiban jadikan Nasrani lembut hati dan dekat pada
kami, sementara Yahudi dan musyrik musuh terkeras kita (QS 5 : 82).
Bagaimanapun, selama kita tak saling memerangi dalam hal keimanan, tak
terlarang bagi kita untuk saling berbuat kebaikan (QS Al-Mumtahnnah : 8).
Karena itulah kita mencari titik
singgung iman demi kebersamaan, itulah pengakuan ke-Ilahi-an Allah tanpa
persekutuan. Namum kami (muslim) insyafi sepenuhnya, keyakinan yang kita pegang
tak bisa dipaksakan. Kami hormati segala yang tak bisa dipertemukan (QS
Al-Kafirun : 6).
Dalam perbedaan ini, ijinkan kami
tetap mencintai Isa dan Maryam, meski kami tak bisa paksakan kalian takjubi
Muhammad. Ijinkan juga kami untuk membaca dengan berkaca-kaca betapa indahnya
Surah dalam Quran yang berjudul Maryam, Gadis tersuci sepanjang jaman. Ini
sungguh bukti bahwa Allah, Nabi, dan Al-Quran kami begitu agung sebagaimana
penciptaan Adam (QS 3 : 59). Termulialah Isa yang terlah berbicara dalam buaian
Maryam. Salam sejahtera baginya di saat lahir, kelak diwafatkan, dan kelak dibangkitkan
(QS 19 : 33).
Saudara Nasrani terkasih, kami
mencintai Isa, Nabi, dan RasulNya. Ruh dan kalimat-Nya, yang di-tiuptumbuh-kan
dalam rahim suci Maryam. Hari ini, kalian rayakanlah kelahiran Isa yang bagi
kami 25 Desember agak membuat dahi kami berkerut. Sebab maryam, yang sungguh
berat ujiannya itu, bersalin di saat kurma masak dan penuh tandannya.
Kemungkinan itu Maret, bukan Desember. Maaf jika ini menyinggung hati, tapi
sungguh telah ditulis para sejarawan bahwa 25 Desember itu hari kelahiran Janus
dan Mitra, Dewa Matahari.
Sungguh, ingin kami syukuri juga
kelahiran Sang Ulul ‘Azmi nan istimewa, Isa. Tapi hati kami tak nyaman dengan
hari ini. Itulah awal-awal yang membuat kami berat hati ‘tuk ucapkan salam
natal. Ini harinya Janus dan Mitra, bukan harinya Isa.
Tentu tradisi ribuan tahun dengan
salju dan cemara, pohon sesembahan Eropa itu tak bisa kami paksakan untuk
diubah seenaknya. Tinggal kini keinginan kami untuk membalas penghormatan yang
telah kalian beri di Idul Fitri dan Idul adha, maka kami simak fatwa para
ulama.
Sungguh agama ini memerintahkan
untuk membalas tiap pemuliaan dengan penghargaan yang lebih baik, minimal
senilainya (QS 4 : 86). Yang disepakati para ulama atas keharamannya adalah
keterlibatan dalam segala hal yang bernilai ritual dan ibahnya (Fatwa MUI).
Jika keterlibatan dalam kegiatan natal, yang bersifat ibadah dan ritual,
disepakati keharamannya, maka para ulama ikhtilaf pada soal ucapan selamat.
Yang memubahkan selamat natal contohnya:
Dr. Musthafa Az Zarqa dan Dr. Yusuf Al Qaradlawy, yang menyebut tahni-ah tak
terkait dengan aqidah. Tahni-ah natal, bisa menjadi dakwah. Maka tahni-ah natal
yang diikuti komunikasi intesif adalah indah. Dr. Abdussattar memberi catatan
kemubahan tahni-ah natal ini. Doa menuju hidayah lebih dianjurkan.
Sedangkan Al Utsaimin, Lajnah
Fatwa KSA, dll cenderung mengharamkan tahni-ah natal, sebab hal itu sama saja
dengan meridhai aqidah keliru. Jadi ikhtilaf ulama terkait tahni-ah natal
berada pada konteks pemaknaan kalimat tersebut.
Masing-masingnya lalu menemukan
dalil. Ulama berfatwa sesuai konteks di sekitarnya, tentu ada perbedaan
lingkungan sosial dan yang melatarbelakangi fatwa yang berbeda ini. Lajnah
Fatwa KSA dan Al Utsaimin menjawab di negeri yang nyaris tanpa nasrani.
Sedangkan Al Qaradlawy dan Az Zarqa berfatwa untuk masyarakat majemuk.
Lantas bagaimana kita bersikap
atas beda fatwa tahni-ah natal? Menurut As-Syafii, keluar dari perselisihan itu
adalah sunnah. Dengan jernih hati dan mengukur kapasitas diri, kita bisa
mempertimbangkan kedua-duanya. Ada keadaan-keadaan tertentu yang perlu
dicermati. Ikhtilaf ahli ilmu insya Allah menjadi kemudahan yang tak sekedar
benar tetapi juga tepat dan cerdas.
Akan ada yang menjalankan fatwa
Al Qaradlawy dan Az Zarqa, contoh di wilayah yang muslimnya minoritas, atau
dalam keluarga yang majemuk. Akan ada pula yang menjalankan fatwa Al Utsaimin,
jika dalam posisi memelihara izzah akidah. Karena (menurut Abu Hanifah) yang
terpenting bukan mengamalkan pendapat kami atau tidak, tapi mengetahui
bagaimana kami menetapkan pendapat tersebut.
Maka dengan ilmu yang memadai,
mari beramal yang terbaik bagi iman kita pada Allah, bagi misi kita untuk jadi
rahmat semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar